Beberapa waktu telah berlalu, semenjak ia banyak berpikir mengenai jarak yang tetiba muncul. Selat yang bermetamorfosa menjadi lautan yang tak ia lihat tepinya. Ia putuskan untuk kembali menulis. Meski ia sendiri tak yakin, kau masih ingat gang kecil diantara lika-liku ibukota kaca yang banyak cabangnya ini.
Seperti kebanyakan penulis amatir, ia menulis ketika baik menjadi jauh, dan kacau adalah rekannya setiap waktu. Ia sudah tak punya rokok. Masih ia yakini, berhenti beli batangan seharga 1500 rupiah dan menghisapnya dalam-dalam adalah cara untuk membuatmu mau menerimanya di rumah. Tapi entah kapan itu akan kesampaian.
Waktu-waktu ini ia banyak membaca akhir. Website sumber uangnya akan tutup bulan depan. Ia kembali jadi pecandu senja yang notabennya cuma akhir dari hari. Tapi ya memang untuk senja sudah tak lagi sama semenjak kalian melancong ke laut bertiga dengan hujan. Mungkin ada benarnya perkataan Dea Anugrah di bukunya, yang melihat senja lebih dari sekedar warna langit merah temaram punya masalah serius di otaknya.
Tak beberapa lama lagi ia akan menemuimu, bisa jadi untuk yang terakhir kali. Tentu kau paham betul mengenai bakul-bakul yang ada di kedua bahunya. Bukan tidak mungkin suatu malam ia akan mengetok rumah kacamu dan minta ditemani seperti dahulu. Namun pertanyaannya, apakah iya kau masih mau menemani?
No comments:
Post a Comment