Deru ombak, tak juga menjanjikan pasang
Langkah kaki, tak juga menjanjikan ujungnya ada padamu
Kopi-kopiku mulai terbuat dari canda dan tawamu
Manisnya karena senyumanmu
Hangatnya karena perhatianmu
Senja-senja itu juga pujaanmu
Jingga-jingganya terpampang jelas di kedua bola matamu
Ia juga kerinduanmu, sama seperti aku
Mangkuk-mangkukmu ternyata juga tak sungkan kau isi adonan tepung panjang berkuah
Kau bahkan menyukainya bukan?
Bukankah terakhir kali kita menikmatinya bersama?
Rintik hujan adalah melodi favoritmu, sama seperti aku
Sayangnya, kau lemah pada dinginnya..
Tapi bukankah kau berkata, ketika bersamaku, semua terasa hangat?
Dalam doa-doaku mulai terpekik namamu
Nyaring, sangat nyaring
Aku rasa Tuhan mulai sakit telinganya karena kuteriaki terlalu keras
Aku dan kamu
Begitu meyakinkan
Untuk menjadi kita
***********
Sekali lagi, aku salah...
Kopi-kopimu memang berisikan aku
Senja-senjamu memang ada pada bola mataku
Mangkuk-mangkukmu memang kau nikmati bersamaku
Rintik hujan memang melodimu untuk diriku
Tapi....
Hatimu itu, miliknya..
Degup menderu jantungmu ketika bersamanya
Senyum manismu tertuju padanya
Dan...
Hangat pelukmu, adalah rumahnya
Aku dan kamu?
Bukanlah kita
*ia bercerita padaku begitu ceria, seolah tak terjadi apa-apa...
ia kuat, luar biasa
No comments:
Post a Comment