Sunday, 7 February 2016

Maksudnya Drama

Serampangan angin menyibak rambutnya, sementara mendung-mendung datang mau rapat. Mahkotanya tak selebat dahulu, telah dipotongnya sebahu, entah kapan itu. Kukira ini pertama kali dia menggunting rambutnya sependek itu, ternyata tidak. Sedari SMA dulu dia selalu begitu, aku saja yang tidak tahu, bodoh! 

Jika ini yang terakhir aku datang ke rumah, maka mulai kurasa kebenarannya. Aku tak lagi singgah lama. Tidak ada lagi jus jambu, sirup jeruk, atau roti bagelen kalengan yang biasa mapan di meja. Ibu tidak lagi datang padaku, ia entah kemana, sibuk di dapur barangkali. Tidak ada lagi adiknya yang sok judes ketika melihatku, tapi cekikikan ketika kakaknya itu turun dari tangga kamarnya. Tak ada lagi bincang-bincang lama, Saking lamanya aku tidak tahu apa itu lama, yang aku tahu dulu itu bahagia. Tidak ada lagi balik ke kampus terlambat. Tidak ada lagi pinjam roll kabel malam-malam atau akal bulus pinjam buku SMA. Tidak ada lagi kawan, sudah habis.

Ada yang memang harus selesai di sini. Bunga juga akan selesai mekar. Gugur juga akan selesai meranggas. Lalu aku? Mungkin sudah waktunya selesai bahagia. Bahagia juga ada batasnya bukan?

Jika yang gugur akan tumbuh lagi, maka tanah-tanah di kotak bahagiamu akan subur kembali. 

Tunggulah hujan. Eh salah, kejarlah hujan! 

Secukup kemampuanmu, sudah bisa kok menyuburkan kotak bahagia. 

Berilah hujan, biarkan ia ditumbuhi yang baru, Kepergian tak akan semenyedihkan itu kok, kalau kamu selipkan amin di antaranya.

No comments:

Post a Comment