Saturday, 13 February 2016

Cinta Sebatang Rokok

Ada yang terkekang dari asap-asapku.

(1)
Bukankah rokok-rokok tak pernah berteriak menyalak,
andaikata ia habis karena tak dihisap oleh kekasihnya?
Sekalipun abu-abunya jengkel bukan kepalang,
mereka mau apa?

(2)
Percakapan-percakapan antara puntung rokok dan asbaknya,
mungkin lain lagi ceritanya.
Si kretek bertutur kalau ia dihisap buat bikin bahagia penat kekasihnya
dari macul seharian.
Kadang-kadang kretek juga bau amis.
Kecipratan dirinya oleh sisik-sisik dan kotoran ikan,
yang disembelih kekasihnya untuk dijual ke pasar.

(3)
Si filter lain lagi ceritanya.
Dibakar dia untuk berdamai dengan kerja-kerja yang tak temu,
vespa yang mogok, atau perkara lotre-lotre yang tak jelas kapan tembusnya.
"Namanya juga jalan-jalan dan usaha", begitu kata si filter.

(4)
Eh, putihan tak mau ketinggalan!
Kekasihnya yang patah hati,
diajaknya minum-minum semalaman
Bau naga ia tadi pagi jadinya.
Bolos kelas tak apa.
Ada kalanya kesedihan harus dirayakan bukan?

(5)
Tapi memang kesedihan begitu adanya.
Asbak pasti akan gusar,
Jika semua saling rebut,
mana kesedihan yang paling sakit, yang paling lelah.
Sedih saja sudah sakit, tak perlu kau ungkit seberapa dalam lukanya.

(6)
Mungkin memang susah mencari yang setulus sebatang rokok.
Dihancurkannya ia pelan-pelan,
untuk kebahagiaan kekasihnya.

No comments:

Post a Comment