Sunday, 18 December 2016

Mari Kita Merokok Lagi

Kolom ini akan segera usang. Semua arah dan petunjuk telah ia kemasi. Hanya mereka yang pernah dan meletakkan sedikit dirinya dalam ingat, akan kembali lagi dan lagi. Seperti kata Puspa Panglipur Jati, ia seperti kapal yang pernah kau temukan. Kemudian ia berlayar menuju malam-malam yang jauh dan gelap. Lalu hilang, dan entah kapan kau temukan kembali.


Gambar dan tanda-tandanya, lama kelamaan akan menjadi biasa di pandanganmu. Tak lagi membuat engkau berpikir dan bertanya, apa gerangan yang ingin ia bisikkan melalui kedua matamu. Akunnya juga harus mulai terbiasa. Tak banyak namamu akan muncul. Sesekali lalu tidak sama sekali, inilah di mana kita mengenal bahwa apa saja kita baca memiliki yang disebut dengan epilog.


Siang tadi ia mampir ke tempat di mana dirinya menemukan yang kiranya dia cari. Pikirannya berkelana ke waktu yang lalu. Masih lekat bagaimana ibumu adalah sesama penikmat Gibran sama seperti bapaknya. Atau secara kebetulan ibumu dan bapaknya sesama pemilik perpustakaan kecil di rumah kalian masing-masing. Juga bapakmu yang merupakan mata air bagi mereka yang haus akan baca, penyaji jendela-jendela yang entah ingin kemana kita memilihnya. Dirinya seolah-olah menemukan satu yang bisa paham akan dunia yang hanya untuknya sendiri, yang ganjil bagi yang lain.


Kendati begitu, ia paham betul bahwasannya kau tak yakin akan abadi. Maka ia nyalakan puntung rokoknya, lagi dan lagi.


Jangan kamu khawatir, kita tahu kau memang tak mau abadi. Aku masih punya banyak rokok untuknya. Setelah habis, nanti biar aku yang temani.  

No comments:

Post a Comment